Penerapan Hukum Cybercrime di Indonesia, Tantangan dan Upaya Penegakan

Hacker hand stealing data from laptop top down.Photo by Towfiqu barbhuiya on Unsplash

Kemajuan teknologi digital telah membawa dampak besar dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk didalam dunia hukum. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah meningkatnya kejahatan siber atau cybercrime. Di Indonesia, pemerintah telah merespons fenomena ini dengan merumuskan sejumlah regulasi yang bertujuan untuk menangani dan mencegah kejahatan di dunia maya. Namun, penerapan hukum cybercrime di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan yang memerlukan perhatian khusus. Cybercrime atau kejahatan siber adalah tindakan ilegal yang dilakukan melalui media digital atau internet. Kejahatan ini mencakup berbagai bentuk, seperti penipuan daring, peretasan, pencurian identitas, penyebaran virus komputer, hingga tindakan penyebaran konten ilegal seperti pornografi dan ujaran kebencian.

Di Indonesia, cybercrime semakin berkembang seiring dengan meningkatnya pengguna internet dan teknologi informasi. Perkembangan teknologi khususnya dibidang telekomunikasi dan transportasi dianggap sebagai lokomotif dan turut mempercepat proses globalisasi di pelbagai aspek kehidupan. Setiap negara harus mampu menghadapi kenyataan bahwa informasi dunia saat ini dibangun berdasarkan suatu jaringan yang ditawarkan oleh kemajuan di bidang teknologi. Sebagai media penyedia informasi internet juga merupakan sarana kegiatan komunitas komersial terbesar dan terpesat pertumbuhannya. Arus globalisasi yang terjadi di seluruh dunia sekarang ini telah membawa dunia pada era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sehingga menciptakan era yang serba digital (digital world).

Dalam hal ini, perkembangan teknologi komputer dan internet menjadi sarana baru bagi negara-negara di dunia untuk dimanfaatkan sebagai alat untuk melakukan berbagai penetrasi, pengaruh dan infiltrasi ke berbagai negara sehingga sangat mendorong dunia pada perkembangan yang kompleks, beragam dan majemuk. Berbagai kasus pelanggaran hukum melalui media internet kini kerap terjadi di Indonesia, kondisi Indonesia secara global dalam persoalan ciber crime sudah sangat memprihatinkan. tantangan yang di hadapi oleh banyak masyarakat terkait adanya cyber crime berupa hilangnya data pribadi bisa juga hilangnya uang, ada juga penyelwengan informasi dan masih banyak lagi jenis dan macam dari kejahatan cyber ini, maka dari itu untuk menjawab tantangan bagi masyarakat menghadapi perubahan-perubahan dari zaman multimedia ini dituntut untuk faham akan bahaya menggunakan teknologi sehingga masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan akan arus gobalisasi dizaman teknologi ini.

Landasan Hukum Cybercrime di Indonesia Penerapan hukum terkait cybercrime di Indonesia didasarkan pada beberapa regulasi penting, di antaranya:

  1. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 11 Tahun 2008 adalah landasan hukum utama dalam menangani berbagai kasus kejahatan siber di Indonesia. UU ini mengatur mengenai pelanggaran-pelanggaran yang melibatkan teknologi informasi, mulai dari pelanggaran privasi, pencemaran nama baik, hingga akses ilegal terhadap data dan sistem komputer.

  2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) PP ini lebih menekankan pada aspek keamanan dan perlindungan data dalam transaksi elektronik, yang menjadi dasar untuk mengatur mekanisme perlindungan bagi pengguna sistem elektronik di Indonesia.

  3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Selain UU ITE, beberapa pasal dalam KUHP juga dapat digunakan untuk menjerat pelaku cybercrime, terutama dalam hal kejahatan penipuan atau pencurian yang dilakukan secara daring.

Dalam beberapa literatur, cybercrime sering diidentikkan sebagai computer crime. The U.S. Department of Justice memberikan pengertian computer crime sebagai:

any illegal act requiring knowledge of computer technology for its perpe- tration, investigation, or prosecution.

Pengertian lainnya diberikan oleh Organization of European Community Development, yaitu:

any illegal, un- ethical or unauthorized behavior relating to the automatic processing and/or the transmission of data.

Hamzah (1989) mengartikan:

kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal.

Dari beberapa pengertian di atas, Wisnubroto (1999) merumuskan computer crime sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai komputer sebagai sarana/alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Secara ringkas, computer crime didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer yang canggih. Selanjutnya, disebabkan kejahatan itu dilakukan di ruang cyber melalui internet, muncul istilah cybercrime.

Menurut Raharjo (2002:29), sebagai sebuah gejala sosial, kejahatan telah ada sejak awal kehidupan manusia di dunia, namun kemajuan teknologi komunikasi membuat kejahatan dalam bentuk primitif berubah menjadi sebuah kejahatan yang lebih maju (modern). Kejahatan konvensional di dunia nyata muncul dalam dunia maya (virtual) dengan wajah kejahatan yang telah diperhalus sedemikian rupa. Kehalusan kejahatan virtual atau cybercrime membuat masyarakat luas, khususnya di negara berkembang yang memiliki kesenjangan digital seperti di Indonesia, tidak akan merasakannya sebagai sebuah bentuk kejahatan. Padahal, sudah begitu banyak korban (victim) dan kerugian moril dan materil akibat cybercrime. Korbannya dapat berupa netizen (penduduk dunia virtual/penghuni cyberspace) dan masyarakat luas yang awam.

Jenis-Jenis Cybercrime di Indonesia beberapa jenis kejahatan siber yang paling sering terjadi antara lain:

  1. Penipuan Online (Online Fraud) Penipuan ini sering kali terjadi melalui situs e-commerce, media sosial, atau platform komunikasi lainnya. Pelaku biasanya berpura-pura menjual barang atau layanan dan mengelabui korban untuk mentransfer uang tanpa memberikan barang yang dijanjikan.

  2. Peretasan (Hacking) Peretasan sistem komputer, jaringan, atau akun pribadi sering terjadi di Indonesia. Kasus peretasan data pribadi yang dilakukan terhadap perusahaan besar maupun individu sering kali meresahkan masyarakat.

  3. Pencurian Identitas (Identity Theft) Cybercriminal sering mencuri data pribadi korban seperti nomor kartu kredit, akun perbankan, atau informasi pribadi lainnya untuk melakukan tindakan ilegal.

  4. Penyebaran Konten Ilegal Kasus penyebaran konten ilegal, seperti konten pornografi atau ujaran kebencian, sering terjadi di Indonesia, terutama melalui platform media sosial.

Kurangnya Pemahaman Masyarakat tentang Hukum Cybercrime

Meskipun Indonesia telah memiliki dasar hukum yang cukup dalam menangani kejahatan siber, penerapannya masih menghadapi sejumlah tantangan seperti masyarakat yang belum memahami sepenuhnya tentang hak dan kewajiban mereka dalam dunia digital, serta tindakan yang dianggap melanggar hukum siber.

Hal ini sering membuat korban cybercrime tidak melapor atau tidak tahu bagaimana cara mendapatkan keadilan. Evolusi Kejahatan Siber yang Cepat Teknologi dan metode kejahatan siber berkembang dengan sangat cepat, sehingga penegak hukum sering kali mengalami kesulitan untuk mengimbangi. Pelaku kejahatan dapat menggunakan teknologi yang lebih canggih dari yang bisa diantisipasi oleh regulasi yang ada. Kurangnya Kapasitas Penegak Hukum Penegakan hukum terhadap kasus cybercrime membutuhkan pengetahuan teknis yang mendalam tentang teknologi informasi.

Banyak sekali aparat penegak hukum di Indonesia yang belum sepenuhnya siap atau memiliki keahlian yang cukup dalam menangani kasus kejahatan siber yang kompleks. Kerjasama Internasional yang Terbatas Karena kejahatan siber sering kali melibatkan pelaku dari luar negeri, kerja sama internasional menjadi sangat penting. Namun, mekanisme kerja sama antarnegara dalam menangani cybercrime masih belum optimal, terutama dalam hal penanganan kasus lintas negara.

Upaya untuk memperkuat Penegakan Hukum Cybercrime untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan berbagai pihak terkait, antara lain:

  1. Peningkatan Literasi Digital kepada masyarakat mengenai penggunaan internet yang aman dan bertanggung jawab menjadi kunci utama dalam mencegah cybercrime. Pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat terus melakukan kampanye literasi digital untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kejahatan siber.

  2. Penguatan Kapasitas Penegak Hukum Pemerintah Indonesia telah berupaya meningkatkan kemampuan penegak hukum melalui pelatihan dan pendidikan mengenai teknologi informasi dan teknik forensik digital. Hal ini bertujuan agar aparat penegak hukum dapat lebih efektif dalam menangani kasus-kasus cybercrime.

  3. Kolaborasi dengan Pihak Internasional terus membangun kerja sama dengan negara-negara lain dan organisasi internasional untuk memperkuat penanganan kejahatan siber yang bersifat lintas batas. Kerja sama ini mencakup pertukaran informasi, pelatihan, dan upaya pengawasan yang lebih baik.

  4. Penerapan hukum cybercrime di Indonesia masih memerlukan perbaikan di berbagai aspek. Meskipun regulasi seperti UU ITE telah memberikan kerangka hukum untuk menindak pelaku kejahatan siber, tantangan dalam hal pemahaman masyarakat, kemampuan penegak hukum, dan kerjasama internasional perlu terus ditingkatkan. Dengan upaya yang konsisten dan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan penegakan hukum cybercrime di Indonesia dapat menjadi lebih efektif dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi masyarakat di era digital.

Artikel Lainnya

by Melinda Silmy